Jumat, 16 September 2011

Soto Sawah Sorangan, Tak Sederhana Namanya


SLEMAN (KRjogja.com) - Yogyakarta tidak hanya memiliki warisan budaya yang beragam, namun aneka kuliner yang mampu menggoyangkan lidah para penikmatnya. Salah satunya adalah Soto Sawah Sorangan yang ada di Jalan Godean.

Awal membuka warung soto ini, Kromoinangun warga Soragan tentu tak menyangka warung sotonya bakal seramai sekarang. Betapa tidak, warung soto ini mulai buka dan beroperasi saat Jalan Soragan bisa disebut bukan saja sepi, tapi nyaris tanpa pelintas.

“Kata bapak almarhum, waktu itu hanya blantik-blantik yang lewat jalan ini untuk pulang dari Pasar Kuncen. Orang lebih senang lewat jalan Godean atau Jalan Cokroaminoto. Sangat jarang yang melintas di daerah ini,” kata pewaris Soto Sawah Soragan, Bu Hadi Sudarmo diwarungnya, Minggu (2/1).

Karena itu, banyak orang yang menduga warung sotonya akan gulung tikar karena sepi pengunjung. Lokasi warung ditengah sawah, pinggir jalan setapak, nyaris tidak menjanjikan apapun kecuali para blantik tadi. Kini hamparan sawah memang tak lagi terlihat di Soragan, tetapi tetap saja Bu Hadi Sudarmo menyebut warungnya sebagai Soto Sawah.

Sebenarnya bahan baku yang diformulasikan tak jauh berbeda dengan umumnya soto. Entah pula di mana rahasianya, yang jelas sejak tahun 1973 mewarisi usaha ayahnya, romoinangun. Warung yang satu ini tak pernah sepi pengunjung.

Bu Hadi sering merasa sedih juga ketika sejumlah tamu terpaksa manyantap soto dalam mobil. Di warung itu sebenarnya sudah tersedia 50 kursi, tetapi kenyataan pelanggan sering datang pada waktu hampir bersamaan. Kalau sudah begitu, berarti lima karyawannya harus serba cekatan, meladeni secepat mungkin.

Setiap harinya, sedikitnya 300 mangkok harus tersaji secara cepat agar pelanggan tak menggerutu. Untung karyawan sudah cukup terlatih sehingga penyiapan makanan dilakukan dalam hitungan detik tanpa harus khawatir kelebihan garam atau lupa menaburi bumbu penyedap. Meski terbilang tinggal sebatas mengawasi, tak jarang pula Bu Hadi terjun langsung ke dapur memastikan citarasanya.

“Racikan biasa-biasa saja. Saya pikir hanya soal selera. Kebetulan saja adonan yang kami kemas memenuhi selera banyak orang!” kata nenek lima cucu itu merendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar