Sabtu, 17 September 2011

Menguak Misteri 'Jamasan Jimat Kalisalak'


BANYUMAS (KRjogja.com) - Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) menggelar ritual tahunan berupa "Jamasan Jimat Kalisalak" di Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (17/2), sebagai upaya melestarikan budaya peninggalan leluhur.

Jimat atau pusaka yang tersimpan di Langgar Jimat ini diyakini sebagai benda-benda peninggalan Sunan Amangkurat I, Raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677.

Prosesi jamasan ini diawali dengan Kirab Kerabat yang diberangkatkan dari Balai Desa Kalisalak menuju Langgar Jimat yang berjarak sekitar dua kilometer.

Iring-iringan kirab ini terdiri barisan putri domas yang membawa uba rampe (berbagai sarana jamasan), pasukan genderang, pasukan bregada (pasukan perang), pembawa tandu tempat mrapen (pembakar dupa), barisan kerabat, dan tim kesenian.

Sesampainya di Langgar Jimat,"uba rampe tersebut diserahkan kepada juru kunci langgar, Kiai Sanmuraji.

Selain itu, Kiai Sanmuraji juga menerima penyerahan sebuah tombak peninggalan Sunan Amangkurat I dari seorang prajurit "bregada".Akan tetapi, panitia jamasan tidak menyebutkan nama tombak yang diserahkan tersebut.

"Belum saatnya untuk disebutkan, mungkin tahun-tahun berikutnya. Kami masih menunggu `sinyal` (wangsit - red.)," kata Ketua Panitia Pelaksana Jamasan Jimat Kalisalak, Ilham Triyono.

Setelah itu, seluruh benda yang tersimpan di dalam Langgar Jimat dikeluarkan untuk dijamas oleh para penjamas di atas altar yang berada di depan bangunan tersebut.

Satu persatu benda dikeluarkan dari tempatnya yang selanjutnya untuk dijamas dan dihitung jumlahnya. Benda yang pertama kali dijamas berupa "bekong" atau alat penakar beras.

Saat hendak dijamas, di dalam "bekong" tersebut terdapat bangkai sejenis belalang yang telah mengering.

Menurut Ilham, belalang yang merupakan hama tanaman padi tersebut tidak diketahui bagaimana caranya bisa masuk ke dalam "bekong".

"Benda-benda dalam Langgar Jimat hanya dikeluarkan sekali dalam setahun pada saat jamasan, yakni setiap tanggal 12 Mulud Tahun Jawa hitungan Aboge. Berdasarkan hitungan Aboge, tanggal 12 Mulud tahun ini yang merupakan tahun Be, jatuh pada hari Kamis Legi, atau Be Mis Gi, yakni tahun Be harinya Kamis pasarannya Legi," katanya.

Selain menemukan adanya bangkai belalang, kata dia, jumlah kepingan uang yang tersimpan di dalam langgar juga berkurang.

Pada jamasan tahun lalu, kata dia, jumlah uang sebanyak 60 keping tetapi sekarang hanya 58 keping.

"Bahkan jumlah uang yang ada dalam ikatan juga berubah karena pada jamasan sebelumnya ada 15 keping, sekarang menjadi 16 keping. Demikian pula dengan kepingan tembaga yang semula terdapat 33 keping, sekarang hanya 31 keping," katanya.

Dalam jamasan tersebut juga dilakukan pembacaan tulisan Jawa Kuno yang tertulis pada daun lontar maupun buku, yang isinya mengingatkan para pemimpin dalam bertutur kata sehingga tidak membingungkan masyarakat.

Menurut Ilham, tulisan dalam tiap lembaran lontar maupun kertas pada buku tersebut belum tentu bisa terbaca setiap tahunnya.

"Silakan masyarakat yang menafsirkan sendiri makna dari semua kejadian dalam jamasan ini. Tapi perlu kami ingatkan, ini bukan sebuah ramalan," katanya.

Seperti diketahui, masyarakat Desa Kalisalak mempercayai jika pusaka dan kitab yang selama ini disimpan di sebuah bangunan yang dikenal dengan "Langgar Jimat Kalisalak" merupakan benda-benda Amangkurat I yang bertuah.

Bahkan, masyarakat setempat juga meyakini pusaka dan kitab-kitab tersebut sebagai benda keramat dan memiliki daya magis.

Hal ini disebabkan setiap kali penjamasan, bentuk dan jumlah benda yang tersimpan sering kali berubah dan kadang muncul benda-benda baru, sehingga masyarakat meyakini penjamasan tersebut tidak sekadar mencuci benda keramat tetapi juga membaca tanda zaman.

Sosok Amangkurat I adalah Raja Mataram yang bertahta pada 1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Raden Ayu Wetan (Kanjeng Ratu Kulon), putri keturunan Ki Juru Martani yang merupakan saudara dari Ki Ageng Pemanahan.

Sosok yang memiliki nama kecil Mas Sayidin, yang ketika menjadi putera mahkota diganti dengan gelar Pangeran Arya Mataram atau Pangeran Ario Prabu Adi Mataram tersebut berusaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram.

Amangkurat dikabarkan sempat singgah di Kalisalak, dan meninggalkan pusaka-pusaka itu agar tak membebani perjalanannya menuju Batavia. Amangkurat menuju ke Batavia untuk meminta bantuan VOC lantaran dikejar pasukan Trunojoyo yang memberontak sekitar 1676-1677.
(Ant/Yan)


Kamis, 17 Pebruari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar