Sabtu, 16 Juni 2012

CANDI SUKUH BANGUNAN TUA MIRIP PIRAMIDA

KARANGANYAR (KRjogja.com) - Salah satu candi yang cukup unik di Indonesia adalah Candi Sukuh yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1995. Selain penuh dengan ornamen eksotis yang sebagian besar erotis, bentuk bangunan candi ini mirip dengan bangunan piramida buatan suku Maya di Meksiko maupun Inca di Peru.
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi Hindu yang terletak di kelurahan Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 kilometer dari kota Karanganyar dan 36 kilometer dari Surakarta.
Candi Sukuh dirasa istimewa, karena banyak menggambarkan batu pahatan lingga dan yoni yakni berbentuk kelamin pria dan wanita yang merupakan penggambaran dari Dewa Shiwa dan pasangannya Dewi Shakti. Candi ini dilaporkan pertama kali pada masa pemerintahan Inggris Raya di Jawa tahun 1815.
Residen Surakarta waktu itu, Johnson, ditugasi Thomas Stanford Raffles mengumpulkan data-data untuk menulis buku The History of Java. Setelah masa pemerintahan Inggris Raya berlalu, pada tahun 1842 arkeolog Belanda Van der Vlis melakukan penelitian terhadap candi ini, namun pemugaran pertama oleh pemerintah Hindia Belanda baru dimulai pada tahun 1928.
Candi Sukuh dibangun pada abad ke-15, menjelang runtuhnya Kerajaan Majapahit, akibat diserbu Demak. Konon candi ini dibuat seperti piramida agar bentuknya menyerupai Gunung Mandaragiri yang terdapat dalam Kitab Adiparwa, bagian pertama kisah Mahabharata.
Dikisahkan, gunung tersebut puncaknya dipotong dan dipergunakan untuk mengaduk-aduk lautan mencari tirta amarta (air kehidupan) yang bisa memberikan kehidupan abadi bagi yang meminumnya. Teori lain menyebut bahwa candi ini sengaja dibuat dengan konsep kembali ke budaya megalitikum pra sejarah, hal ini dilakukan karena budaya dan informasi (kitab) bangunan suci Hindu - Budha mulai menghilang.
Menurut arkeolog Belanda, W.F. Stutterheim, Candi Sukuh adalah candi yang tergolong sederhana. Ia menduga, pemahat Candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan kraton.
Diperkirakan candi ini dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga hasilnya kurang rapi. Ini dipengaruhi keadaan politik kerajaan saat itu yang penuh gejolak dan tidak memungkinkan untuk pembuatan suatu candi yang megah.
Pada teras pertama candi terdapat gapura utama, yang memiliki tulisan dalam aksara Jawa yang berbunyi 'gapura buta abara wong' yang artinya ‘gapura sang raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1, yang jika dibalik akan didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.
Pengunjung yang ingin mendatangi candi induk yang suci ini, harus melalui batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya, dalam suatu lorong yang sempit. Menurut beberapa pakar, arsitektur semacam ini sengaja dibuat demikian, untuk mengetes keperawanan para gadis.
Konon, seorang gadis yang masih perawan mendaki titik ini, selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun jika ia tidak perawan lagi, ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.
Tepat di atas 'potongan piramida' atas candi ini, terdapat sebuah bujur sangkar yang digunakan sebagai tempat menaruh sesajian. Para peziarah candi ini masih memanfaatkannya sebagai sarana sembahyang ataupun bermeditasi, terbukti dengan banyaknya bekas-bekas kemenyan, dupa atau hio yang dibakar.
Di bagian kiri candi induk terdapat serangkaian relief mengisahkan cerita Kidung atau Kakawin Sudamala. Karya sastra dari zaman majapahit ini mengisahkan lakon Sadewa, salah seorang ksatria bungsu-kembar dalam keluarga Pandawa.
Yang sangat menarik juga, dalam Kakawin Sudamala ini, terdapat karakter Semar, yang merupakan abdi Pandawa. Bentuk fisik Semar digambarkan dengan jelas dalam salah satu relief, sebagai abdi yang bertubuh gemuk.

Add caption
Menurut sejarahwan Slamet Muljana, Kakawin Sudamala adalah sumber paling awal yang bisa dijadikan rujukan untuk melacak keberadaan Semar, yang bagi kalangan tertentu dipercaya sebagai danyangnya Pulau Jawa. (Den/berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar