SEBAGAI sebuah
destinasi archaeotourism yang terkenal, Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) merupakan surga untuk menjelajahi candi-candi kuno dan menemukan
reruntuhan dari 'peradaban yang hilang serta misterius'. Candi dapat
dikatakan adalah bukti yang tidak bernyawa namun dapat mengeluarkan
kisahnya lewat setiap goresan yang ada di setiap relik-reliknya. Banyak
orang tertarik dengan wisata candi karena nilai historis, arsitektur dan
daya magisnya. Berlibur sambil menikmati wisata candi tentunya akan
membuat momen liburan lebih berkesan.
Salah satu candi atau
situs bersejarah yang kini menjadi perhatian warga DIY, Jawa Tengah dan
wilayah lainnya adalah Ratu Boko. Ratu Boko kemungkinan dibangun sekitar
abad 9 Masehi oleh Dinasti Syailendra, yang kelak mengambil alih
Mataram Hindu. Sebagai sebuah monumen peninggalan zaman dahulu, Ratu
Boko masih menyimpan misteri. Atribut-atribut yang terdapat di sini
memang mengacu pada sebuah wilayah perkampungan. Tapi tetap saja para
ahli masih sulit mengindentifikasikan, apakah ia merupakan taman
kerajaan, istana, benteng, atau candi.
Candi Ratu Boko memang
tidak seterkenal beberapa candi besar lainnya, seperti Candi Prambanan,
Candi Borobudur dan Candi Panataran. Meski demikian, candi yang terletak
3 Km dari Candi Prambanan ini tetap menyimpan beberapa sisi eksotis
yang menarik untuk diperhatikan.
Komolekkan sang ratu boko
yang tak kalah dengan kecantikan roro jonggrang, membuat bibir wisatawan
tak henti-hentinya berdecak kagum. Kala berada didekatnya, kesejukkan
serta keindahan yang terasa seolah membuat para pengunjung enggan untuk
meninggalkannya. Namun dibalik itu semua, ia memiliki sifat angkuh yang
tak bisa lepas dari jiwanya, ia berdiri tegak ditempat tinggi lebih
tinggi dari roro jonggrang dan tetap mempertahankan molek serta
keindahan tubuhnya yang tak lekang oleh waktu meski usianya tak lagi
muda demi mempertahankan gelar sebagai sang ratu (boko).
Kompleks Ratu Boko mempunyai potensi ilmiah yang menarik dan dalam
kondisi yang terbebaskan dari balutan mithologis sampai tercapai titik
'pencerahan' sehingga situs yang cukup kuno ini dapat jauh lebih terbuka
untuk menguak sejarah politik yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya
pada abad III-VIII atau bahkan lebih awal lagi.
Mengenal Ratu Boko Lebih Dekat
Menurut sejarah bangunan ini pertama kali ditemukan kembali oleh
seorang arkeolog belanda yang bernama Van Boeckholzt pada tahun 1790.
Baru seratus tahun kemudian dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK
Bosch, yang dilaporkan dalam Keraton Van Ratoe Boko. Dari situs ini juga
ditemukan sebuah prasasti yang berangka tahun 792 M yang menuliskan
bahwa ada seorang tokoh yang bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau
Rakai Panangkaran dan juga menyebut kawasan wihara di atas bukit yang
dinamakan Abhyagiri wihara yang berarti wihara di atas bukit yang bebas
dari bahaya. Rakai Panangkaran merupakan seorang agama budha yang
dibuktikan dengan penemuan Arca Dyani Buddha, namun juga ditemukan pula
unsur-unsur agama Hindu seperti lingga yoni, ganesha dan sebagainya.
Dikompleks ini terdapat kawasan bekas gapura, paseban, kolam, keputren
serta dua ceruk gua yang kemungkinan digunakan sebagai tepat semedi.
Ratu Boko memiliki 3 buah teras atau tingkat, yang masing-masing
dipisahkan dengan dinding batu dan benteng. Untuk mencapai teras
pertama, kita harus melewati sebuah gerbang besar yang dibangun dalam 2
tahap. Di sebelah barat teras ini terdapat sebuah benteng atau Candi
Batu Kapur (Temple of Limestone). Dinamakan Candi Batu Kapur karena ia
memang terbuat dari batu kapur. Jaraknya kira-kira 45 meter (m) dari
gerbang pertama.
Teras kedua dan pertama dipisahkan oleh tembok
andelit. Teras kedua ini dapat kita capai setelah melewati gerbang di
paduraksa yang terdiri dari 3 pintu. Pintu yang lebih besar (Gerbang
Utama) ada di tengah-tengah, diapit oleh dua buah gerbang yang lebih
kecil.
Teras kedua dan ketiga di pisahkan oleh benteng batu
kapur dan tembok andelit. Untuk masuk ke dalam teras ketiga, kita harus
melewati 5 gerbang, dimana gerbang yang paling tengah lebih besar
ukurannya bila dibandingkan dengan 4 gerbang lain yang mengapitnya.
Di teras ketiga (teras paling besar) lah terpusat sisa-sisa
peninggalan. Di sini kita bisa menemukan antara lain Pendopo (Ruang
Pertemuan). Pondasi pendopo ini berukuran panjang 20 m, lebar 20 m, dan
tinggi 1,25 m, terletak di sebelah utara dari teras ini.
Sedangkan di sebelah selatan, kita akan menemukan pondasi Pringgitan,
berukuran panjang 20 m, lebar 6 m, dan tinggi 1,25 m. Keduanya, pendopo
dan pringgitan, dikelingi oleh sebuah pagar dengan panjang 40 m, lebar
36 m, dan tinggi 3 m. Pagar ini dilengkapi dengan 3 gerbang beratap di
sebelah utara, selatan, dan di sebelah barat. Tiga buah tangga dibuat
untuk mendaki sampai ke pondasi tersebut.
Di sebelah timur
pendopo, terdapat Komplek Kolam Pemandian yang dikelilingi oleh pagar
empat persegi panjang. Komplek ini terdiri dari 3 kelompok. Kelompok
pertama, terdiri dari 3 buah kolam berbentuk persegi empat. Dua di
antaranya memanjang dari utara sampai selatan, dan keduanya dipisahkan
oleh sebuah gerbang. Sedangkan kelompok kedua terdiri dari 8 kolam
bundar yang dibagi dalam 3 baris. Di teras ini, kita juga bisa melihat
sisa-sisa bangunan yang disebut Paseban (Ruang Resepsi) yang membujur
dari utara ke selatan. Reruntuhan gerbang, pagar dan landaian juga
terdapat di sini.
Selain itu, juga terdapat Keputren (Istana
atau Tempat Tinggal Putri), dimana di dalamnya terdapat sebuah kolam
persegi panjang berukuran 31 x 8 m2 yang dikelilingi oleh pagar. Pagar
ini mempunyai 2 gerbang, masng-masing terletak di sebelah baratdaya dan
timurlaut. Sekitar 60 m dari gerbang ini, kita bisa melihat reruntuhan
batu-batuan, tapi kondisi lantainya masih baik. Dasarnya berbentuk bujur
sangkar berukuran 20 x 20 m.
Selain tempat-tempat tersebut,
masih banyak reruntuhan yang bisa kita temukan di Ratu Boko, misalnya
saja reruntuhan Gua Laki-Laki (Male Cave) berukuran panjang 3,5 m, lebar
3 m, dan tinggi 1,5 m, serta sebuah gua yang berukuran lebih kecil
lagi, Gua Perempuan (Female Cave).
Ratu Boko telah
menghasilkan banyak sekali artefak, termasuk arca-arca, baik arca Hindu
(Durga, Ganesha, Garuda, lingga, dan yoni), serta arca Buddha (tiga
Dhyani Buddha yang belum selesai). Selain itu, juga ditemukan keramik
dan beberapa prasasti. Salah satu prasasti yang ditemukan adalah
prasasti Siwagraha. Prasasti ini menyebutkan peperangan antara Raja
Balaputra dan Rakai Pikatan. Karena kalah perang, Balaputra melarikan
diri dan membangun tempat pertahanan di atas kaki bukit Ratu Boko.
Di sana juga pernah ditemukan lima fragmen prasasti berhuruf Prenagari
dan berbahasa Sansekerta, Walaupun tidak utuh, prasasti ini masih bisa
dibaca. Isinya berkaitan dengan pendirian bangunan suci Awalokiteswara,
salah satu Buddhisatwa dalam agama Buddha, khususnya aliran Mahayana.
Dilihat dari bentuk hurufnya, prasasti-prasasti tersebut berasal dari
abad ke-8 M.
Selain itu, juga ditemukan tiga prasasti berhuruf
Jawa Kuno dalam bentuk Syair Sansekerta. Dua di antaranya memuat tahun
778 Saka atau 856 M, yang berisi pendirian lingga Kerttiwasa dan lingga
Triyambaka atas perintah Raja Kumbhaya. Sedangkan prasasti satunya lagi
berisi pendirian lingga atas perintah Raja Kalasodbhawa. Prasasti lain
yang ditemukan di Ratu Boko adalah sebuah prasasti berbahasa
Sansekerta-Jawa, dan sebuah inskripsi (tulisan singkat) pada lempengan
emas.
Semburat Senja di Ratu Boko
Ratu boko yang berarti raja bangau, letaknya berada di atas ketinggian
suatu bukit memberi nilai lebih pada setiap orang yang mengunjunginya.
Selain memanjakan mata dan hati akan keindahan peradaban yang
ditinggalkan pada masa silam, kita juga bisa menikmati keindahan kota
yogyakarta bagian tenggara yang merupakan area lalu lintas penerbangan
karena bandara adi sucipto tepat berada di sebelah baratnya, kemudian
candi prambanan yang juga dapat terlihat dari gardu pandang disisi utara
dan tidak ketinggalan gunung merapi yang menjulang tinggi di sebelah
utara kota yogyakarta yang dipercaya sebagai tonggak awal dan
berakhirnya peradaban di sekitar yogyakarta dan jawa tengah (mataram
kuno) yang membuat mata dan hati makin tak jemu dengan semua yang
disuguhkan.
Di balik misteri dan kesunyiannya, Candi Ratu Boko
menyimpan keindahan tersendiri. Ketika senja datang, kita akan menikmati
salah satu senja tercantik yang pernah ada. Keindahan semburat senja
membentuk siluet candi yang tegas seolah membenamkan misteri begitu
saja.
Pemandangan senja saat matahari terbenam dari atas
kawasan Bukit Boko tak bisa dilukiskan dengan kata. Di arah utara Candi
Prambanan dan Candi Kalasan dengan latar belakang pemandangan Gunung
Merapi dengan suasana pedesaan dengan sawah menghijau di sekelilingnya.
Banyak yang mengatakan pemandangan senja di Istana Ratu Boko ini sangat
indah, sehingga sayang jika dilewatkan begitu saja ketika kita berada
di kawasan wisata tersebut. Dan inilah mungkin yang menjadi daya tarik
paling mempesona dari Ratu Boko disamping keindahan situs dan tata
letak. Karenanya, potensi yang telah ada dan terjaga ini hendaknya tetap
ditopang juga dilestarikan untuk kepentingan Pariwisata, Ilmu
Pengatahuan serta Seni dan Budaya.
(Danar Widiyanto)